5 Hal Tentang Riba
Riba adalah salah satu perbuatan haram bahkan merupakan perbuatan dosa besar. Riba juga banyak macamnya. Oleh karena itu penting bagi kita memahaminya. Berikut ini penjelasan singkat tentang riba
Pertama: Definisi Riba
Secara bahasa, riba berarti bertambah, tumbuh, tinggi, dan naik.
Secara istilah syari’at riba adalah “Penambahan pada dua perkara yang diharamkan dalam syariat adanya tafadhul (penambahan) antara keduanya dengan ganti (bayaran), dan adanya ta`khir (tempo) dalam menerima sesuatu yang disyaratkan qabdh (serah terima di tempat).” (Syarah Bulughul Maram hlm. 124)
Kedua: Hukum Riba
Riba dengan segala bentuknya adalah haram dan termasuk dosa besar, dengan dasar Al-Qur`an, As-Sunnah, dan ijma’ ulama.
Dalil dari Al-Qur`an di antaranya,
Allah Ta’aala berfirman,
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)
Dalil dari As-Sunnah di antaranya:
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan –di antaranya– memakan riba.” (Muttafaqun ‘alaih)
Ketiga: Bahaya Dosa Riba
Riba memiliki dampak jelek yang sangat banyak, diantaranya,
1. Riba merupakan perbuatan dosa yang sangat besar.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan.”
Para sahabat bertanya, “apa itu wahai Rasulullah“ Beliau menjawab: “ … (diantaranya –penj)… memakan harta riba… “ (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Allah mengumandangkan perang bagi para pelaku riba
Allah Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنتُمْ مُؤْمِنِينَ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang – orang yang beriman. Maka jika kamu tidak menegrjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (pula) dianiaya.” (Al Baqarah : 278–279 )
3. Memakan harta riba sebab dimasukkan kedalam neraka.
Allah Ta’aala berfirman :
وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya” (Al Baqarah : 275).
Keempat: Barang-barang yang Terkena
Hukum Riba
Disebutkan dalam sebuah hadits barang yang terkena riba ada 6
1. Emas
2. Perak
3. Burr (suatu jenis gandum)
4. Sya’ir (suatu jenis gandum)
5. Kurma
6. Garam
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
“Emas dengan emas, perak dengan perak, burr dengan burr, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam harus sama (timbangannya), serah terima di tempat (tangan dengan tangan). Barangsiapa menambah atau minta tambah maka dia terjatuh dalam riba, yang meng-ambil dan yang memberi dalam hal ini adalah sama.” (HR. Muslim)
Kelima: Macam-Macam Riba
1. Riba dalam Hutang Piutang.
Riba ini ada dua bentuk:
a. Adanya penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo.
Contohnya,
Si A hutang Rp 10 juta kepada si B dengan tempo 3 bulan.
Saat jatuh tempo si B berkata: “Bayar hutangmu.” Si A menjawab: “Aku tidak punya uang. Beri saya tempo 3 bulan lagi dan hutang saya menjadi Rp. 11 juta.” Demikian seterusnya.
b. Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad.
Contohnya,
Si A hendak berhutang kepada si B. Maka si B berkata di awal akad: “Saya hutangi kamu Rp 10 juta dengan tempo tiga bulan, dengan pembayaran Rp 11 juta.”
Riba jenis ini yang sering terjadi pada bank-bank dengan sistem konvensional.
2. Riba Fadhl
Riba fadhl adalah adanya tafadhul (selisih timbangan) pada dua perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya tamatsul (kesamaan timbangan/ukuran) padanya.
3. Riba Nasi`ah.
Yaitu adanya tempo pada perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya taqabudh (serah terima di tempat).
Penjelasan seputar dua jenis riba diatas.
● Perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya tamatsul (kesamaan timbanganya), maka tidak boleh ada unsur tafadhul (selisih timbangan) padanya, sebab bisa terjatuh pada riba fadhl.
Contohnya,
Tidak boleh menjual/barter 5 dinar dengan 6 dinar, atau 5 kg kurma dengan 5,5 kg kurma.
● Perkara yang diwajibkan adanya tamatsul maka diharamkan adanya nasi`ah (tempo), sebab bisa terjatuh pada riba nasi`ah dan fadhl, bila barangnya satu jenis.
Contohnya,
Tidak boleh menjual emas dengan emas secara tafadhul (selisih timbangan), demikian pula tidak boleh ada unsur nasi`ah (tempo).
● Bila barangnya dari jenis yang berbeda maka disyaratkan taqabudh (serah terima di tempat) saja, yakni boleh tafadhul (selisih timbangan) namun tidak boleh nasi`ah (tempo).
Contohnya, menjual emas dengan perak, atau kurma dengan garam. Transaksi ini boleh tafadhul namun tidak boleh nasi`ah.
Wallahu a’lam bish shawwab. (AJ)
Admin yukbelajarislam.com